Sunday, July 4, 2010

Panggil Mereka Anak – anak Kuburan

Panggil mereka anak – anak kuburan. Mereka adalah anak – anak yang biasa berkeliaran di kompleks pekuburan kotaku. Tempatnya jauh di pinggiran kota dengan nuansa yang masih membuat kita bergidik membayangkan seperti apa ketika malam tiba. Nuansa yang tidak akan aku pilih untuk berjalan sendirian, bahkan bila bersama seorang kawan sekalipun.



Namun berbeda dengan anak – anak kuburan. Mereka dengan leluasa bermain disana tak kenal waktu. Bagi mereka yang masih bisa merasakan bangku sekolah, bermain di kompleks kuburan ketika pulang sekolah sudah pasti menjadi agenda utama. Bagi mereka yang tidak bersekolah, aku yakin sejak pagi mereka sudah berada disana.



Anak – anak kuburan berkulit hitam legam. Rambut mereka berwarna sedikit merah bukan karena gaya tapi karena mereka berteman dengan matahari dan tak kenal mandi. Anak – anak kuburan selalu sama dimana saja.



Jangan tanya permainan apa yang mereka lakukan. Berlari – larian diantara batu nisan atau bermain petak umpet bahkan saling mengetes pengetahuan akan kuburan siapa dimana. Suatu hal yang tidak lazim dilakukan anak – anak kebanyakan.



Jangan pula tanya malam hari mereka kemana. Anak – anak kuburan menghabiskan waktu malam hari mereka juga di antara rerumputan liar dan gundukan tanah kuburan. Yang usia remaja bahkan menghabiskan waktu malam minggu mereka ngobrol hingga dini hari di kompleks ini. Mereka memang bernyali baja.



Anak – anak kuburan suka bila saling bercerita diantara mereka. Entah tentang anak kampung lain yang menantang bermain bola atau teman di sekolah yang selalu mengganggu bila di sekolah. Anak – anak kuburan juga suka bercerita tentang gambar – gambar di tepi jalan. Mereka bercerita sambil duduk di tepi gundukan tanah yang diberi semen oleh keluarga penghuninya.



Selain bermain mereka juga membersihkan kuburan orang – orang yang paling sering menyambangi makam keluarga mereka dan berharap akan mendapatkan sedekah seadanya. Anak – anak kuburan sudah hapal kuburan mana saja yang paling sering didatangi. Dan begitu pula sebaliknya.



Suatu ketika aku bertanya kepada mereka tentang sebuah pertanyaan yang pasti menjadi pertanyaan semua orang. ” Apakah kalian pernah atau tidak takut bila bertemu hantu ? ” dan anak – anak kuburan menjawab : ” kami sudah biasa ”.. sebuah kebiasaan yang tidak menjadi sebuah keinginanku sampai kapanpun..



Mereka bercerita kepadaku yang paling menyeramkan adalah penghuni baru yang mati karena korban tabrakan. Mereka akan menjelma menjadi hantu yang menyeramkan. Mereka pasti akan terdiam bila melihat hantu baru berkeliaran di kompleks itu. Mereka akan berhenti dari segala kegiatan bermain mereka.



Ayah – ayah mereka adalah penjaga kuburan yang paling hebat katanya. Ayah mereka yang mengajarkan bagaimana agar bisa melihat hantu tanpa harus menjelma menjadi mereka juga. Ayah mereka yang mengajarkan untuk berani bila bertemu hantu. Ayah mereka hanya menggunakan sebuah paku kayu untuk itu. Aku tak perlu tahu dan aku memang tak mau tahu bagaimana cara untuk itu.



Anak – anak kuburan tak kenal takut. Anak – anak kuburan juga tak kenal teknologi. Anak – anak kuburan tak tahu kamu. Yang mereka tahu hanyalah aku ingin bermain dimana saja tanpa ada yang menggangguku. namun yang aku tahu bahwa mereka adalah anak – anak yang sama seperti anak yang lain. Mereka juga punya hak untuk merasakan semuanya tanpa perlu hantu untuk menemani.



Tak bisa lama aku melihat mereka bermain di kompleks kuburan ini. Aku juga harus segera kembali. Fajar telah perlahan muncul di ufuk timur. Aku harus segera pulang kembali ke tempatku. Namun aku pasti akan bertemu dengan anak – anak kuburan yang selalu bermain di sini setiap malam. Untuk menemaniku dalam kesunyian tempat ini.



Di samping makam kakakku yang tak sempat kukenal..

No comments:

Post a Comment